Senin, 20 Februari 2012

sejarah pencak silat PN NU

Perguruan Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa.

Perguruan Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa.

Sejarah


Pagar Nusa sebagai organ di bawah naungan Nahdlatul Ulama bertugas menggali, mengembangkan, dan melestarikan pencak silat warisan wali songo khususnya dan budaya pencak silat Indonesia pada umumnya.
      Dibentuk dan didirikan oleh para pendirinya tanggal 3 Januari 1986 di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur. Surat Keputusan NU tentang pengesahan pendirian dan kepengurusan disahkan 9 Dzulhijjah 1406 / 16 Juli 1986. Berawal dari sebuah perhatian dan sekaligus keprihatinan tentang surutnya dunia persilatan di pelataran pondok pesantren. Padahal pada awalnya pencak silat merupakan kebanggaan yang menyatu dengan kehidupan dan kegiatan pondok pesantren.
Tanda – tanda kesurutan antara lain : Hilangnya peran pondok pesantren sebagai padepokan pencak silat. Awalnya pondok pesantren bisa diibaratkan sebagai sentral kegiatan pencak silat. Kiai atau Ulama’ pengasuh pondok pesantren selalu melengkapi dirinya dengan ilmu pencak silat khususnya aspek tenaga dalam atau karomah yang dipadu dengan beladiri. Pada saat itu seorang Kiai sekaligus juga menjadi pendekar pencak silat.
Di sisi lain tumbuh menjamurnya perguruan pencak silat yang lahir seperti jamur dimusim penghujan. Dengan segala keanekaragaman baik dilihat dari segi agama, aqidah maupun kepercayaannya, satu sama lain bersifat tertutup menganggap dirinya paling baik dan paling kuat. Kebanyakan bersifat local sehingga tumbuhnya menjamur dan berguguran setelahnya. Untuk itulah ketika H. Suharbillah bertemu K.H. Mustofa Bisri dari Rembang dan sambatan tentang pencak NU secara khusus beliau mempertemukan dia dengan K.H Agus Maksum Jauhari yang memang sudah masyhur ahli Beladiri.
Keadaan yang demikian mendorong para ulama pimpinan pondok pesantren, pendekar serta tokoh-tokoh pencaj silat untuk musyawarah khususnya mencari jalan keluar, yaitu membuat suatu wadah yang khusus mengelola pencak silat Nahdlatul Ulama. Pada tanggal 12 Muharrom 1406 H bertepatan dengan 27 September 1985 berkumpullah ulama dan para pendekar di pondok pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur untuk musyawarah dan sepakat membentuk suatu wadah yang khusus mengurus pencak silat Nahdlatul Ulama. Musyawarah tersebut dihadiri tokoh-tokoh pencak silat dari daerah Jombang, Ponorogo, Pasuruan, Nganjuk, Cirebon, Kalimantan dan Kediri. Dalam musyawarah tersebut disepakati bahwa akan segera dibentuk suatu wadah Pencak Silat Nahdlatul Ulama.
Surat Keputusan Resmi Pembentukan Tim Persiapan Pendirian Perguruan Pencak Silat milik NU di sahkan tanggal 27 Rabiul Awal 1406 / 10 Desember 1985 dan berlaku sampai dengan 15 Januari 1986.
Musyawarah berikutnya diadakan di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur pada tanggal 3 Januari 1986. hadir dalam pertmuan tersebut para tokoh pencak silat antara lain dari Pasuruan, Ponorogo, Jombang, Nganjuk, Cirebon, Kalimantan, Lumajang dan Kediri. Sedangkan Utusan dari PWNU Jawa Timur yaitu K. Bukhori Susanto yang berasal dari Kabupaten Lumajang dan K. Suhar Billah SH.LL.T dari Pondok Pesantren An Najiyah Sidosermo Surabaya.
Dalam musyawarah tersebut disepakati susunan pengurus harian Jawa Timur yang merupakan embrio pengurus pusat sebagai berikut :
      Ketua Umum                 : KH. Agus Maksum Djauhari
      Sekretaris                     : Drs. H. Fuad Anwar
      Ketua Harian                 : KH. Drs. Abdur Rahman Utsman
      Ketua I                         : H. Suhar Billah, SH.LLT
      Sekretaris                     : Drs. H. Fuad Anwar
      Sekretaris I                   : Drs. Kuncoro
      Sekretaris II                  : Ashar Lamro
Nama yang disepakati adalah Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama yang disingkat IPSNU. Pada waktu audiensi dengan Pengurus Wilayah NU Jawa Timur diusulkan nama oleh KH. Anas Thohir selaku Pengurus Wilayah NU Jawa Timur adalah Ikatan Pencak Silat NU Pagar Nusa yang merupakan kepanjangan dati Pagarnya NU dan Bangsa. Nama tersebut diciptakan oleh KH. Mujib Ridlwan dari Surabaya, putra dari KH. Ridlwan Abdullah, pencipta lambang NU. Simbol terdiri dari segi lima dengan warna dasar hijau dengan bola dunia di dalamnya, didepannya ada pita bertulis Laa Gholiba illa billah yang artinya Tiada yang menang kecuali mendapat pertolongan Allah. Dilengkapi dengan bintang sembilan dan trisula sebagai symbol pencak silat. Lambang tersebut di usulkan oleh H. Suhar Billah SH.LLT. yang kemudian di sempurnakan dan diubah menjadi segi lima oleh peserta musyawarah III di Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang. KH. Sansuri Baidlowi sebagai sesepuh dan penasihat yang sempat hadir dalam acara tersebut menegaskan bahwa :
      Logo yang berbunyi        : Laa Gholiba illallah
      Diubah menjadi              : Laa Gholiba illa Billah
Untuk membentuk susunan Pengurus tingkat Nasional, PBNU membuat surat pengantar kesdiaan ditunjuk menjadi pengurus.Surat pengantar tersebut ditanda tangani oleh Ketua Umum PBNU KH. Abdurrahman Wachid dan Rais Aam KH. Achmad Sidiq (Insya Allah tanda tangannya KH. Achmad Siddiq merupakan tanda tangan yang terakhir).
      Lembaga Pencak Silat NU Pagar Nusa dalam memenuhi tuntutan organisasi mengadakan MUNAS I yang diadakan di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Kraksaan Probolinggo Jawa Timur. Surat Kesediaan ditempati ditanda tangani oleh KH. Saifurrizal (Insya Allah merupakan tanda tangan yang terakhir). Penentuan tanggal pelaksanaan MUNAS I ditentukan oleh Kiai sendiri yaitu tanggal 20-23 September 1991 yang ternyata tanggal tersebut adalah 100 hari wafat beliau. Sehingga pada waktu pembukaan diadakan tahlil terlebih dahulu. Sesuai dengan hasil Muktamar NU di Cipasung, Lembaga Pencak Silat NU Pagar Nusa berubah status dari lembga menjadi badan otonom. Kemudian pada saat Muktamr NU di Lirboyo Kediri status Badan Otonom kembali berubah menjadi Lembaga.
      MUNAS II Pagar Nusa dilaksanakan di Padepokan IPSI Taman Mini Indonesia Indah Jakarta pada tanggal 22 Januari 2001, yang diikuti perwakilan dari Wilayah-wilayah IPS NU Pagar Nusa yang ada diseluruh Indonesia, antara lain : Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Riau, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. Khusus untuk Jawa Timur yang nota bene merupakan sentral pengembangan IPS NU Pagar Nusa mengerhakan seluruh cabang-cabang yang ada di 35 Kabupaten/Kota se-Jawa Timur dan perwakilan dari Pondok Pesantren untuk ikut serta dalam pelaksanaan MUNAS II di Jakarta. Pada MUNAS II ini dibuka oleh KH. Abdurrahman Wachid yang pada saat itu adalah Presiden RI ke-IV. Adapun agenda yang dibahas dalam MUNAS II antara lain :
Ø  Organisasi : Membahas masalah Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) IPS NU Pagar Nusa.
Ø  Ke-PASTI-an : Membahas masalah PASTI dan perangkat yang lain yang leliputi seragam dan atributnya, keanggotaan, dan kepelatihan.
Ø  Teknik dan Jurus : Membahas, menggali dan menyempurnakan jurus-jurus yang sudah dimiliki oleh IPS NU Pagar Nusa yang kemudian didokumetasikan dalam bentuk Hard Copy (buku) dan Soft Copy (kaset VCD).
Saat ini IPS NU Pagar Nusa memiliki seragam-seragam tertentu antara lain :
Ø  Seragam Atlit
Baju dan celana berwarna hitam dengan badge IPSI didada sebelah kanan dan badge Pagar Nusa didada sebelah kirim dilengkapi sabuk kebesaran warna hijau diikatkan dengan simpul hidup disebelah kanan.
Ø  Seragam Pasukan Inti (PASTI) Putra
Kemeja lengan panjang berwarna hitam, celana warna hitam, sepatu hitam PDH dengan memakai atribut yang telah ditentukan.
Ø  Seragam Pasukan Inti (PASTI) Putri
Blaser (jas) berwarna hitam, jilbab hitam, celana hitam dan memakai sepatu PDH berwarna hitam dengan atribut yang telah ditetapkan.
Ø  Seragam Pengurus
Baju dan celana warna hitam, memakai jas warna putih berkopyah hitam dan bersepatu PDH warna hitam.
Ø  Seragam Dewan Khos
Seperti seragam pengurus ditambah dengan symbol khusus
Ø  Seragam Kebesaran
Jubah warna hitam yang dipakai hanya pada waktu kegiatan nasional.

Peran Gus maksum dalam penumpasan PKI

Setelah lepas dari kolonialisme Belanda, perjalanan sejarah Indonesia masih menghadapi banyak masalah di berbagai bidang, kususnya bidang ekonomi, social, politik dan keamanan. Berbagai masalah datang silih berganti, dan yang paling tragis serta tercatat dengan tinta merah adalah peristiwa G-30/S PKI (GESTAPU) Yang merupakan usaha PKI untuk merebut kekuasaan Negara.

Peran Sentral Lirboyo Dalam Penumpasan PKI

Saat meletus peristiwa G-30S/PKI Lirboyo adalah kiblat perjuangan masyarakat di eks-Karisedenan Kediri. Peran sentral itu tidak lepas dari sejarah perjalanan panjang Lirboyo dalam memimpin masyarakat sejak zaman kolonialisme Belanda dan Jepang.
Pasukan PETA misalnya, Dibentuk di Lirboyo dan berawal dari inisiatif Kiai Ibrahim (Banjar melati, ipar Kiai Abdul Karim), sedangkan Laskar Hizbullah-Sabilillah di Kediri di sponsori oleh Kiai Mahrus Aly, yang belakang hari menjadi embrio terbentuknya Kodam V Brawijaya.
Peran sentral itu tidak hanya berhenti disitu, dimasa pembrontakan PKI aksi sepihak yang dilancarkan diberbagai daerah menggugah kesadaran para pengasuh Lirboyo untuk bertindak.
Saat peristiwa Madiun Kiai Mahrus Aly bersama para santrinya berangkat ke Madiun untuk menumpas pembrontakan PKI disana.Kiai Mahrus Aly bergabung dengan Brigade S.Soerahmad dan berhasil menumpas pembrontakan disana. Gus Maksum sebagai orang dekat Kiai Mahrus Aly didapuk menjadi komandan tempur lapangan setiap aksi penumpasan.


Menjadi Komandan Penumpasan PKI


Sabotase aksi sepihak dan aksi teror yang dilakukan PKI hampir merambah keseluruh wilayah Nusantara, Kediridaerah yang menjadi tempat tinggal Gus Maksum juga tak luput dari aksi-aksi itu. Penculikan, penyerobotan tanah, pembunuhan dan tindakan brutal lainnya hampir menghiasi kehidupan kabupaten Kediri.
Melihat aksi sewenang-wenang itu, Gus Maksum mempunyai keyakinan bahwa PKI yang selama ini sebagai partai politik resmi yang diakui pemerintah telah berbuat makar dan ingin merebut kekuasaan sekaligus mengubah ideology Pancasila menjadi komunis.


Sebagai orang muslim Gus Maksum sangat tidak rela jika Negara ini berubah menjadi Negara komunis.

Dengan bekal Kemampuan yang dimilikinya, Gus Maksum sebagai seorang yang sangat muda waktu itu ( umur 18 Tahun ) telah diberi amanat menjadi Komandan Pemberantasan PKI, Beliau orang yang berani terang-terangan menyatakan “Ganyang PKI” di Kediri. Dan telah membuktikannya dengan tindakannya.

Peristiwa Watu Ompak

Strategi PKI untuk melakukan kudeta diantaranya selalu membuat keresahan dan provokasi, salah satu provokasi PKI adalah menantang GP ANSOR untuk melakukan pertandingan silat secara regular sebulan sekali, karena kebetulan dipihak PKI banyak yang merasa jago silat.
Tantangan itu ditunjukan kepada tiga pesantren dikecamatan Prambon,Nganjuk yakni Pesantren Selo Agung,Bandung dan Kedungsari. Awalnya Ansor menganggap ajakan itu adalah salah satu bentuk mempererat persahabatan.Namun setiap pertandingan diadakan, ejekan, agitasi, provokasi dan teror terus menerus dilontarkan pihak PKI.
Puncakny` pertandingan yang dilaksanakan di desa Watu Ompak, Prambon suasana begitu panas. Pesilat dari pihak PKI tampak percaya diri, maklum pada waktu itu daerah prambon PKI sangat dominan. Mereka terus memprovokasi Ansor “Aku kemari jalan-jalan ke neraka”dan kata-kata yang seenak mereka.
Namun pendekar dari pihak Ansor tidak langsung bertindak mereka menunggu kedatangan Gus Maksum dariKediri. Gus Maksum datang dan langsung naik kearena pertandingan dengan meneriakan takbir “Allohu Akbar” . Pada waktu itu orang-orang melihat rambut Gus Maksum berdiri dan mengeluarkan api, melihat itu pemuda Ansor bangkit keberanianya dan langsung menyerang pihak PKI yang kala itu mulai ketakutan spontan pihak PKI banyak yang lari tunggang langgang.

Teror Kanigoro

Pesantren Kanigoro asuhan Kiai Jauhari sering dijadikan tempat mental training (TC) oleh PII (pelajar Islam Indonesia) seluruh Jatim.Saat TC baru berlangsung beberapa hari, tepat subuh 13 Januari 1965 sekitar pukul 04.30,sedang diadakan acara istighosah. Saat acara sedang berlangsung dengan khidmat, tiba-tiba gerombolan PR (Pemuda Rakyat ), BTI (Barisan Tani Indonesia) dan underbow-underbow PKI yang lainnya masuk menyerbu dan merusak jalannya acara. Gerombolan yang jumlahnya lebih kurang seribu orang dipimpin oleh ketua pengurus Cabang PR yang bernama Soerjadi, PKI berani melakukan tindakan seperti itu karena mereka mayoritas disana sedangkan umat islam hanya sekitar 10% Dari total jumlah penduduk Kanigoro.
Dengan bersenjatakan kelewang,parang, palu, bahkan pistol mereka menggerebek masjid, merusak, memukul dan menyerang para peserta TC, Kiai, Ulama dan siapa saja yang disitu. Mereka memporakporandakan apa saja yang didalamnya, termasuk menginjak–injak Al-Qur’an dan memperlakukan wanita diluar batas kesusilaan. Dengan diiringi yel-yel seperti “ganyang santri”, ganyang sorban” dan lain-lain,mereka menyandera para peserta TC para Kiai dan Ulama termasuk kiai Jauhari, dan mereka diserahkan ke kantor polisi Kras.
Mendengar itu, sekitar pukul 08.00 pagi, Gus Maksum yang saat itu ada di Lirboyo langsung meluncur ke kantor Polisi Kras. Namun sesampainya disana para sandera sudah dibebaskan, Gus Maksumpun menuju ke Kanigoro dan mendapatkan mereka dalam keadaan selamat, Walaupun masih tampak ketakutan dan trauma pada peristiwa yang baru saja mereka alami, ketika mereka hendak pulang kerumah masing-masing mereka banyak yang masih trauma dan ketakutan kaum wanita banyak yang menangis karena khawatir dihadang PKI ditengah jalan.Maklum rute dari kanigoro menuju jalan raya ( jalan raya tulung agung-kediri) memang agak jauh dan kanan kirinya masih sepi dan tidak ada pemukiman penduduk, ahirnya Gus Maksum mengawal mereka sendirian dan terus menjaga mereka hingga mendapat kendaraan.
Teror Kanigoro mendapat reaksi sangat keras dari umat Islam,kususnya daerah Kediri, Dan terror-teror terus saja berlanjut, Tidak lama atas kejadian itu, BANSER GP Ansor dibawah komando Gus Maksum menerjunkan 8 truk personilnya menggempur PKI di Kanigoro.










mrofiq122@gmail.com

SIMBOL DAN ARTI

LAMBANG PAGAR NUSA Simbol LPS Pagar Nusa berupa gambar Pita bertulisan LAA GHAALIBA ILLA BILLAH yang melingkupi bola dunia di dalam kurva segi lima dengan beberapa atribut dan perincian sebagai berikut :
Kurva segi lima merupakan simbolisasi dari Syari’at Islam yang mempunyai lima rukun dan merupakan simbolisasi pada adanya rasa kecintaan kepada bangsa dan negara yang berpancasila.
Ø  Tiga garis tepi yang sejajar dengan garis kurva merupakan lambing dari tiga pola utama yang berjalan bersama dalam cara hidup warga Nahdlatul Ulama yaitu Iman, Islam, dan Ihsan.
Ø  Bintang sudut lima sebanyak sembilan buah dengan pola melingkar di atas bola bumi dan pada bagian paling atas bintangnya tampak lebih besar ini merupakan ekspresi dari pola kepemimpinan wali songo dan juga idealisasi dari suatu cita-cita yang bersifat maksimal karena selain bintang merupakan symbol kemuliaan juga jumlah sembilan merupakan angka tertinggi.
Ø  Gambar cabang / trisula terletak di tengah bola dunia bagian atas tepat dibawah bintang terbesar merupakan manifestasi kenyataan historis bahwa senjata jenis inilah yang tertua dan lebih luas penyebarannya di bumi nusantara. Sebagai kelompok beladiri pencak silat anggota Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), Pagar Nusa memasukkan symbol tersebut supaya tidak tercerabut dari identitas persatuan beladiri asli Indonesia.
Ø  Bola dunia tepat di tengah merupakan cirri khas dari organisasi underbrow Nahdlatul Ulama yang symbol utamanya berupa bumi dan tampar sebagaimana di lukiskan oleh tangan pertamanya KH. Ridwan Abdullah berdasar istikharahnya.
Ø  Pita melingkupi bumi dengan tulisan Laa Ghaaliba Illaa Billah yang berarti tidak ada yang menang (mengalahkan) kecuali dengan pertolongan Allah merupakan tata nilai beladiri khas Pagar Nusa. Kalimat ini pada awal pembentukannya berbunyi Laa Ghaaliba Illallah kemudian oleh KH. Sansuri Badawi dianjurkan untuk diberi tambahan ba sehingga berbunyi seperti sekarang
Ø  Warna Hijau dan Putih merupakan dua warna yang secara universal mengandung makna baik. Sebab segala yang bersih dan suci baik secara materiil (fisik) maupun immaterial (non fisik) dapat disimbolkan dengan warna putih. Sedangkan hal-hal yang membahagiakan selalu dapat disimbolkan dengan warna hijau. Warna putih merupakan warna wajah cerah bagi orang-orang yang memperoleh kebahagiaan di akhirat. Warna hijau merupakan warna pakaian ahli sorga yang merupakan tempat kebahagiaan manusia.


Kurva segi lima merupakan simbolisasi dari Syari’at Islam yang mempunyai lima rukun dan merupakan simbolisasi pada adanya rasa kecintaan kepada bangsa dan negara yang berpancasila.
Simbolisasi ini berangkat dari dasar pengertian rukun Islam yang Nabi SAW sampaikan :
Islam itu didirika atas lima : Bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, berhaji ke baitullah bagi yang mampu, dan puasa Ramadhan ( HR Bukhory )
Tiga garis tepi yang sejajar dengan garis kurva merupakan lambang dari tiga pola utama yang berjalan bersama dalam cara hidup warga Nahdlatul Ulama yaitu Iman, Islam, Ihsan sebagaimana Hadits Nabi SAWÂ ketika ditanya oleh Malakat Jibril.
Bintang sudut lima sebanyak sembilan buah dengan pola melingkar di atas bola bumi dan pada bagian paling atas bintangnya tampak lebih besar ini merupakan ekspresi dari pola kepemimpinan wali songo dan juga idealisasi dari suatu cita-cita yang bersifat maksimal karena selain bintang merupakan simbol kemuliaan juga jumlah sembilan merupakan angka tertinggi. Ini sesuai dengan mimpi Nabi Yusuf tentang bintang sebagai isyarat akan mencapai kemuliaan.


matahari, dan bulan ; kulihat semuanya sujud kepadaku. ( QS.Yusuf : 4)
Bintang terbesar mengisyaratkan adanya pola kepemimpinan yang dalam Islam merupakan suatu keharusan.
Gambar cabang / trisula terletak ditengah bola dunia bagian atas tepat dibawah bintang terbesar merupakan manifestasi kenyataan historis bahwa senjata jenis inilah yang tertua dan lebih luas penyebarannya di bumi nusantara. Sebagai kelompok beladiri pencak silat anggota Ikatan Pencak Silat Indonesia ( IPSI ), Pagar Nusa memasukkan simbol tersebut supaya tidak tercerabut dari identitas persatuan beladiri asli Indonesia. Sebagaimana kita maklumi bersama :
Barang siapa memisahkan diri dari kelompok dimakan srigala
Bola Dunia / gambar bumi tepat di tengah merupakan ciri khas dari organisasi underbow Nahdlatul Ulama yang simbol utamanya berupa bumi dan tampar sebagaimana di lukiskan oleh tangan pertamanya KH. RIDWAN ABDULLAH berdasar Istikharahnya.
Pita melingkupi bumi dengan tulisan LAA GHAALIBA ILLAA BILLAH
Yang berarti tidak ada yang menang ( mengalahkan ) kecuali dengan pertolongan Allah merupakan tata nilai beladiri khas Pagar Nusa. Kalimat ini pada awal pembentukannya berbunyi
LAA GHAALIBA ILLALLAH kemudian oleh K.H. Sansuri Badawi dianjurkan untuk diberi tambahan ba sehingga berbunyi seperti sekarang. Hal ini sesuai dengan pola kalimat pada kalimat LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAH yang bekonotasi umum ( am ) bagi segala bidang kehidupan.
Sedangkan secara khusus ( khas ) dengan mengambil tibar bahwa dalam Al-Quran kegiatan-kegiatan yang melibatkan beladiri secara fisik maupun non fisik banyak disebut dengan menggunakan kalimat yang berasal dari akar kata ghalaba, maka Pagar Nusa menggunakan kalimat sebagaimana tercantum dalam simbol


1 komentar: